Tugas :
Analisis Cerita Rakyat Bahasa Jawa
Pendahuluan
Indonesia
mengalami krisis dalam berbagai bidang seperti dalam bidang
pendidikan,ekonomi,sosial,dan budaya. Kecintaan dan pengabdian terhadap bangsa
terkikis karena pengaruh dari gaya hidup luar. Hal ini terjadi karena kemajuan
bangsa terletak pada karakter bangsa tersebut. Karakter sangatlah perlu dibina
dan dibentuk sejak usia dini, agar mendapatkan kualitas bangsa yang berkrakter.
Masyarakat
indonesia saat ini juga memiliki peninggalan tradisi lisan yang tidak kalah
besarnya dibandingkan dengan peninggalan masa lampau yang berupa tulisan.
Menurut Djoyonegoro (dalam Bunanta, 1998:vi), hampir setiap daerah seluruh
plosok Nusantara akan dengan mudah ditemukan berbagai cerita rakyat yang hidup
sebagai tradisi lisan.
Pendidikan karakter yang kini ada di Indonesia
kian menurun. Karakter yang tidak baik, tidak hanya dimiliki oleh orang-orang
yang tidak berpendidikan. Dirjen Pendidikan Nasional (2010:3) menyatakan bahwa Eksistensi suatu
bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki
karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan
disegani oleh bangsa-bangsa lain.
Untuk meningkatkan karater yang dimiliki oleh
generasi muda. Salah satunya dengan cara membaca cerita yang mengandung
pendidikan karakter. Seperti yang kita ketahui, cerita-cerita rakyat yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia mengandung nilai pendidikan karakter yang luhur.Cerita
Rakyat dari Jawa merupakan salah satu cerita rakyat yang mengandung pendidikan
karakter.Cerita- cerita itu sampai sekarang masih hidup di kalangan warga
masyarakat, baik dalam cerita lisan, maupun yang sudah didokumentasikan.
Pembahasan
Setiap karya satra,
pasati mengandung pesan- pesan tertentu yang disampaikan oleh
pengarang.Berdasarkan analisis yang sudah saya lakukan yang mana mengandung
beberapa amanat dari kelima cerita rakyat itu
Asal usul Banyuwangi
Dahulu kala ada seorang raja yang
bernama Reden Banterang. Dia paling suka berburu dihutan. Setiap pergi berburu di hutan dia selalu
mengajak muridnya yang mempunyai kesaktian.
Suatu
hari Raden Banterang berburu binatang kidang di hutan, namun kidang yang di
tangkap kabur dari tangkapan Raden Banterang. Seperti biasah Raden banterang
langsung mengejar binatang Kidang itu.Sudah menjadi adat, ketika Raden Banterang
mengejar hewan buruanya, prajurit yang ikut tidak berani mengganggu rajanya.
Raden Banterang mengejarnya, sampai jauh. Bahkan dia juga meninggalkan
rombongannya yaitu prajurit yang dia ajak untuk berburu. Raden Banterang merasa
lelah ketika mengejar kidang itu, akhirnya dia pun beristirahat di bawah pohon
pinggir sungai yang airnya sangat jernih.
Dalam
hutan yang sepi itu, tiba- tiba Raden Banterang mendengar orang yang sedang
menangis.Raden Banterang mencari asal suara tangisan itu, ternyata yang menangis
adalah seorang wanita cantik.
“siapa
kammu ??” tanya Reden Banterang
“aku
Surati dari kerajaan sebrang.” Jawab surati.
“
kenapa kamu menangis disini ? “ tanya Raden Banterang
“
Ayah dan ibuku meninggal dunia saat di peperangan, aku lari dari kerajaan untuk
menyelamatkan diri, dan sampailah aku disini.” Jawab Surati.
Raden Banterang merasa kasiahan
terhadap wanita itu. Dengan lapang dada, dia mengajak Surati pulang di kerajaan
Belambangan yang akhirnya Surati dijadikan istri oleh Raden Banterang. Meskipun
Raden Banterang sudah mempunyai istri Surati, ia masih saja ssuka berburu di
hutan.
Suatu hari, Raden Banterang pergi
beburu ke hutan bersama prajuritnya. Waktu itu pula Surati didatangi seorang
pria bertamu di rumahnya. Pria itu
bernama Rupaksa. Rupaksa adalah kakaknya Surapati dari kerajaan kelungkung.
Rupaksa datang menemui Surati memilki niat buruk, yaitu menyuruh Surati untuk
membunuh suaminya. Rupaksa menjelaskan bahwa Raden Banteranglah yang membunuh
ayah dan ibunya. Sebab itulah Rupakasa menyuruh adiknya untuk membunuh
suaminya. Namun Surati menolak permintaan kakanya itu. Surati merasa bahwa
suaminya itulah yang sudah menelamatkan dirinya saat tersesat di hutan. Rupaksa
dengan kecewa lanhsung meninggalakn kerajaan Belambangan dengan memberikan sebuah
ikat kepala dari Kerajaan Kelungkung untuk Surati.
Ketika Raden Banterang pulang dari
berburu, ia marah ketika melihat ikat kepala dari Kelungkung itu. Surati
dituduh jika dia selingkuh dengan orang lain. Surati sudah menjelasakan keadaan
yang sebenarnya, namun Raden Banterang tetap tidak parcaya. Untuk membuktikan
kesetianya itu, Surati akan bunuh diri di pinggir sungai. Surati juga berpesan
jika nanti darahnya berbau harum, maka apa yang dikatakan Surati itu memang
benar. Namun jika darahnya berbau busuk berarti Surati berbohong.
Akhirnya Surati nekad bunuhdiri,
tenyata darahnya berbau harum. Raden Banterang sangat menyesal, karena dia
tidak percaya sama istriya sendiri.
Unsur Intrinsik
dan Nilai pendidikan Karakter : Dalam cerita rakyat
asal-Usul Bnayuwangi ini bertemakan Kejujuran dan kesetian seorang istri (
Surati).Seting dalam cerinya berada di hutan,kerajaan,dan sebuah sungai.
Suasananya sangat tegang dan menyedihkan. Sedangkan alur ceritanya menggunakan
alur maju. pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam ceritanya,
yaitu ia,dia , Surati,dan Raden Banterang. Surati meliki sifat yang penyabar,jujur dan setia.
Sedangkan Raden Banterang keras kepala, namun aslinya baik hati, dadn peduli
terhadap orang lain. Satuhal yang menonjol dalam cerita Asal- usul Banyuwangi
adalah kaitanya dengan pendidikan karakter yaitu dalam bertindak tidaklah
menuduh sembarangan, yang mana pada akhirnya terjadi penyesalan atas
perbuatanya.Hal inilah yang terdapat dalam perilaku Raden Banterang . Dalam kutipanya:
“ Raden Bnaterang nesu banget weruh
iket saka klungkung.Surati diarani yen wis laku sedheng utawa nyimpen priya
liya.Surati puguh yen deweke ora nindakake apa-apa. Iket kui pwewehe kang mase
kang arane Rupaksa.Raden Banterang panggah ora percaya”
(Raden
Banterang sangat marah melihat ikat yang dari Klungkung. Surati dituduh bahwa
ia mempunyai laki-laki simpanan lain. Surati sudah menjelaskan bahwa itu di
kasih oleh kakaknya yaitu Rupaksa.Namun Raden Bnaterang tetap tidak
mempercayainya).
Dalam kutipan diatas terlihat bahwa
tokoh Raden Banterang memiliki sifat yang keras kepala. Dari sifatnya itulah
yang akhirnya menyadarkanya akan watak keras kepalanya. yaitu penyesalan yang
ia rasakan ketika sang istrinya sudah bunuh diri. Dalam kutipan:
“kanggo mbuktekne Surati bakal bunuh diri ing
sawijining kali.Yen mengko getihku ambune badeg berarti pancen ngelakoni
tumindak ala.Yen ambune wangi berarti aku ugak , ngapusi.Bareng nglalu kanthi
suduk diri, banyu kaline jebule wangi.raden banteran getun”.
(untuk
membuktikan Surati kan bunuh diri. Surati akan bunuh diri di pinggir sungai.
Surati juga berpesan jika nanti darahnya berbau harum, maka apa yang dikatakan
Surati itu memang benar. Namun jika darahnya berbau busuk berarti Surati
berbohong. Bersamaan dengan itu pula, ternyata air sungainya berbau harum. Rade
banterang baru merasa menyesal atas tindaknya).
Dalam kutipan itu juga di jelaskan
atas kejujuran Surati dan kesetian Surati yang rela bunuh diri, untuk
membuktikan kalau ia memang tidak bersalah.
Cerita 2 Ajisaka
Dahulu kala di sebuah keraton/
kerajaan Medhangkamulan di perintah oleh seorang raja yang bernama Prabu
Dewatacengkar. Dia dikenal galak dan suka makan manusia. Semua rakyatnya
takut,bahkan adapula yang mengungsi di desa sebelahnya. Karena jika tidak
mengungsi maka akan menjadi santapan
Sang Prabu. Kehidupan rakyat sangatlah
sengsara, makan susah, keadaan tidak damai, bahkan juga ada maling.
Namun di desa lain ada seorang
pemuda yang sakti bernama Ajisaka. Ajisaka mempunyai empat saudara, yaitu Dora,
Sembada,Duga, dan Prayoga. Namun yang ikut pergi ke medhangkamulan Cuma Dora
dan Sembada, karena perahu yang ditumpangi hanya kecil. Setelah sampai
disekitar keraton Medhangkamulan dia mencari berita dari rakyat yang ada
disekitar keraton. Ada rakyat yang mengingatkan Ajisaka, namun juga ada yang
mau ikut membatu membunuh Prabu Dewatacengkar. Ajisaka sebenarnya juga sudah
tau kalau Sang Prabu itu memang sakti mandraguna, kesaktianya belum pernah ada
yang mengalahkan.
Suatu hari ada anak seorang Mbok
Rondo yang nangis dari pagi sampai malam. Mendengar hal itu Ajisaka langsung
mendatangi rumah Mbok Rondo. Disana
Ajisaka menenangkan anak Mbok Rondo dengan mainan warna-warni. Lebih dari itu,
diketahui bahwa keluarga dari Mbok Rondo sudah ada satu yang menjadi santapan
Sang Prabu. Waktu ini adalah giliranya untuk menyerahkan salah satu keluarganya
untuk dijadikan santapanya, dan hanya satu yaitu anaknya Mbok Rondo. Mendengar
hal itu Ajisaka hanya diam, dan ia berniat untuk tinggal di rumah itu.
Hari berganti hari, tibalah waktu
untuk menyetorkan santapan untuk sang raja. Namun terlebih dahulu Ajisaka
bertanya tehadap sang prabu “ apakah wajib untuk menyetorkan makan itu bisa
diganti dengan yang lain ?” . dan akhirnya Ajisaka menyerahkan diri untuk dimakan
Sang Prabu. Setelah sampai di Medhangkamulan Ajisaka terlebih dahulu ditawari
untuk dijadikan pengawalnya. Namun Ajisaka menolak tawaranya. Sebelum Ajisaka
dimakan Sang Prabu dia minta satu permintaan, bahwa dia meminta tanah selebar
ikat yang ada di kepalanya , namun harus Prabu Dewtacengkar sendiri yang
mengukur tanah itu. Prabu Dewatacengkar
menyetujui hal itu. Ajisaka langsung melepaskan ikat kepalanya dan
menyerahkan ke Prabu Dewatacengkar. Anehnya ikat kepala itu panjangnya melebihi
halaman keraton Medhangkamulan. Sang Prabu menarikya sampai di pinggir pantai.
Ajisaka langsung mengkibaskan ikat itu, dan Dewatacengker terpental dan terjebur di laut selatan hingga
mati. Yang mengherankan rakyat
Medhangkamulan yaitu meninggalnya prabu Dewatacengkar berubah menjadi
buaya putih.
Unsur Intrinsik dan Nilai
Pendidikan Karakter : Dalam cerita rakyat Ajisaka
bertemakan Peminpin yang bijaksana adalah Pemimpin yang mampu melindungi rakyatnya. Seting dalam
cerita ini meliputi Kerajaan Medhngkmulan, rumah Mbok Rondo, dan laut selatan.
Dalam alur ceritanya menggunakan alur maju. Pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga dalam meniliskan cerita ini, yaitu Dia, Prabu Dewatacengkar,
Ajisaka, dan Mbok Rondo.Tokoh utama dalam cerita ini adalah Ajisaka. Sedangkan
Prabu Dewatacengkar merupakan tokoh yang pemimpin yang rakus, tidak memikirkan
nasip rakyatnya. Dia hanya membangakan kesaktianya untuk menakuti masyrakatnya.
Dalam kutipan:
“Prabu Dewatacengkar ing
Medhangkamulan wis kondang galak lan doyan dagimg manungso. rakyate padha wedi,
malah ana sing padha ngungsi. Yen ora ngungsi mesti entuk jatahe panganane Sang
Prabu”
(
Prabu Dewatcengkar di Medhangkamulan sudah terkenal dengan galak dan suka makan
manusia. Rakyatnya semua takut, bahkan ada juga yang mengungsi untuk
menghindari Sang Prabu. Jika tidak mengungsi akan menjadi makanan Sang Prabu).
Dari kutipan di atas sudah jelas,
bahwa Prabu Dewatacengkar bukanlah pemimpin yang bijaksana. Dia hanyalah
pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan rakyatnya. Namun
dari kejamnya perlakuan terhadap rakyatnya itu, Dewatacengkar mennggal dengan
mengenaskan yang di bantu oleh Ajisaka yang memiliki kecerdasan untuk menipu
Prabu Dewatacengkar. Dlam kutipan:
“Sak Durunge dipangan Ajisaka
njaluk lemah sakakmbane ikete , dene ceng ngukur Sang Prabu dewe.Tenan pojok
iket dicekel sang prabu banjur dijereng. Anehe iket kuwi mau bisa mulur nganti
amba lan dawa. Panarike Sang Prabu nganti tekan njaban kraton, malah kepara
tekan sak pinggire segar.Iket di kebutne, Dewatacengkar mencelat nyemplung
segara kidul lan dadi sak matine.”
(.
Sebelum Ajisaka dimakan Sang Prabu dia minta satu permintaan, bahwa dia meminta
tanah selebar ikat yang ada di kepalanya , namun harus Prabu Dewtacengkar
sendiri yang mengukur tanah itu. Prabu Dewatacengkar menyetujui hal itu. Ajisaka langsung
melepaskan ikat kepalanya dan menyerahkan ke Prabu Dewatacengkar. Anehnya ikat
kepala itu panjangnya melebihi halaman keraton Medhangkamulan. Sang Prabu
menarikya sampai di pinggir pantai. Ajisaka langsung mengkibaskan ikat itu, dan
Dewatacengker terpental dan terjebur di
laut selatan hingga mati).
Dari kutipan teks diatas kita dapat
lihat bahwa kejhatan pasti akan terbalaskan lebih dari apa yang ia lakukan.
Seperti Dewatacengkar dia mati dengan sangat mengenaskan. Betapa pentingnya
jiwa kepimiminan yang adil dan peduli untuk seorang pemimpin.
Cerita 2 : Rawa Pening
Pada zaman dahuu kala di Desa
Banarawan,mempunyai adat yaitu mengadakan pesta sedekah bumi (selametan).
Selametan ini di gelar setelah usai penen, supaya masyarakat desa bisa selamat
dari mala petaka. Dalam acara selametan ini ada syratnya, yaitu harus
menggunakan daging hewan. Orang-orang di Desa Banarawa semua berburu ke hutan
untuk mencari hewan yang akan digunakan untuk selametan kelak. Namun sudah
hampir seharian penuh, masyrakat belum menemukan hewan satupun.
Karena merasa lelah orang- orang
yang berburu istirahat, ada seseorang yang istirahat di atas pohon yang
tumbang. Pisau yang akan digunakan untuk berburu ditancapkan dismpingya.
Anehnya pohon yang di tancapi pisau tadi mengeluarkan air yang bewarna merah. Ternyata itu bukankah
pohon yang tumbang, melainkan ular yang sedang bertapa. Tanpa pikir panjang
orang- orang desa langsung membunuh ular tersebut untuk diambil daginganya dan
digunakan untuk selametan.
Upacara slametan segera dimulai,
namun tiba-tiba datanglah seorang anak kecil menju rumah Ki Juru Matokan. Ki
Juru Mathokan adalah kepala Desa Banarowa. Anak kecil itu adalah titisan ular
yang telah dibunuh warga.
“
pemisii pak ....” kata anak kecil.
“ya
, siapa kamu ..? “ jawab Ki Juru mathokan.
“
saya Baru Klinting. Saya mau mintak makan dengan daging itu . “ jawab anak
kecil.
“
kamu mau minta daging ular ini,? Aku sja yang berburu susah payah, belum merasakn
daging itu, tapi kamu mau minta. Pergi Kamu...!!! “ printah Ki Mathokan.
Baru Klenting akhirnya meninggalkan
rumah Ki Juru Mathokan. Dia berjalan sampai tiba di rumah Mbok Rondo. Mbok
Rondo adalahsalah satu warga desa
Banarawa. Kehidupanya sangat susah, namun Mbok Rondo memiliki budi yang baik.
Dia suka menolong orang tanpa pamrih. Kedatangan Baru Klenting juga disambut
dengan lapang dada. Mbok Rondo juga
memberikan daging ular itu kepada baru Klenting. Selesai makan anak kecil itu
juga sesegera meminta pamit kepada Mbok Rondo.
“
permisi mbok,, say mau minta ijin pulang. Tapi saya punya pesan sedikit untuk
simbok. Nanti akan da banjir badang. Simbok segera siapakn lesung. Lesung itu
nanti untuk simbok menyelamatkan diri. Naiklah di tasa lesung itu. “ pesan Baru
Klinting.
Baru klinting meninggalkan rumah
Mbok Rondo dan menuju rumah Ki Juru Mathokan. Disana dia mengadakan saembara,
didepan rumah KiJuru Mathokan Baru Klinting sudah menancapkn satu buah lidi
lanang. Baru Klinting menantang warga untuk mencabut lidi lanag tersebut. Namun
tak da satupun yang bisa mencabut lidi lanang itu. Bahkan Ki Juru mathokan juga
mnecobanya, namun dia juga tidak berhasil.
Akhirnya baru Klinting sesegera
mencabut lidi itu dengan tanganya sendiri. Anehnya bekas tancapan lidi itu
keluar air. Semakin lama, air yang keluar semakin deras yang akhirnya menjadi
banjir badang. Semua warga di bnarawa mati karena kelelep air. Saat terjadinya
banjir badang, Mbok Rondo ingat akan pesan Baru klinting. Yaitu naik diatas
lesung. Akhinya Mbok Rondo selamat, dan Desa Banarawa berubah menjadi Rawa
Pening.
Unsur Intristik dan Nilai
Pendidikan Karakter : Dalam cerita Rawa Pening ini
bertemakan tentang keserakahan akan membawa bencana untuk diri sendiri. Cerita
ini bertempat di Desa Banarawa. Seting pendukung lainya yaitu bertempat di
hutan, rumah Ki Juru Mathokan, dan Rumah Mbok Rondo. Ceritanya menggunakan alur
maju. Sedangkan penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga.Tokoh utama
dalam cerita ini adalah Baru klinting, sosok anak kecil yang menguji masyarakat
akan kepedulinya tentang sekitarnya. Ki Juru Matokan adalah seorang kepala desa
yang memiliki sefat kikir terhadap orag lain.Dalam kutipan :
“ Kowe ora melu rekasa, arep jaluk daging?
Sing rekasa wae durung ngerasakneake. kono ungo kowe!!’
(kamu tidak ikut mencari, tapi kamu mau minta
daging? aku saja yang mencari belum merasakan kok. sana pergi!!).
Seperti tampak dalam kutipan itu, Ki
juru Mathkan adalah orang yang pelit,dia
tidak peduli akan keadaan sekitarnya. Namun dari sifatnya itu, dia mandapatkan
balasan yang setipal dari yang Maha Kuasa.
Dia dan masyarakat mengalami banjir badang yang membuat mati semua
masyrakat. Namun di balik semua itu, ada sosok Mbok Rondo yang memiliki jiwa
kepedulian antara sesama. Meskipun hidupnya serba kekurangan namun ia memiliki
hati yang mulia. Dalam Kutipan :
“‘ Senajan uripe rekasa, Mbok Rondo iku luhur
budine. Dweke seneng tetulung marang sapa wae. Mula tekane si bajang di tampa
kati becik. Bocah Bajang diwenehi daging lan iwak ula.
(
meskipun hidupnya susah, Mbok Rondo ini hatinya sangat baik. Dia juga suka
menolong siapapun. Kedatangan sanag bajang diterima dengan baik/lapang dada.
Anak kecil itu juga di beri nasi dan juga daging ular itu).
Dari kebaikan itulah Mbok Rondo bisa
selamat dalam banjir badang. yang mana banjir itu di buat oleh Baru Klinting
yang merasa di lecehkan oleh kepala deasa di Banarawa. Sebelum adanya Banjir
Badang Mbok Rondo di beri pesan oleh Baru Klinting. Dengan kejadian inilah kita
belajar atau dapatkan pendidikan karakter bahawa saling peduli sesama oarnag
lain itu perlu. Jika kita menanamkan kebaikan pasti akan tumbuh kebaikan pula.
Cerita
3 : Sunan Geseng
Dahulu
kala ada gusti yang bernama Ki Cakrajaya. Hidupnya tentram bersama keluarganya,
meskipun serba kekurangan. Pekerjaanya membuat gula aren, mencari air aren
sudah menjadi adat dikehidupanya. Setiap hari setelah selesai mencari air aren
dia selalu tetembangan ( gendingan / bernyanyi). Dia selalu menyanyikan tembang
macapat ( lagu jawa ) buatanya sendiri.u
Suatu hari, Sunan klijaga melihat Ki
Cakrajaya tetembangan. Dia langsung menghampiri Ki Cakarajaya dan mengajarinya
tembang yang memiliki makana, yaitu tembang yang isinya dzikir. Seperti
biasanya, Ki Cakrajaya tetembangan selesai mencari air aren. Bahkan tembang
yang dibawakan sampi menyebar keseluruh desanya. Termasuk tembang yang
diajarkan oleh Sunan Kalijaga yaitu, tembang yang isinya pujian dan dzikir.
Tidak disangka, ada keanehan yang terjadi
pada Ki Carkajaya. Saat dia mau membuat gula aren, ternyata gula itu berubah
menjadi emas. Ki Carkajya sangat terkejut melihat hal itu. Keluarga Ki
Cakrajaya sangat senang, bahkan keluarganya menjadi kaya mendadak. Namun dengan
kejadian itu Ki Cakrajaya hidupnya menjadi tidak tenang. Dia ingin sekali menemui
Sunan Kalijaga yang sudah mengajarinya tembang yang isinya dzikir. Dia ingin
sekali mengetahui makna dari tembang itu.
Ki Cakrajaya sudah betekad untuk mencari
Sunan Klijaga. Dia berjalan menyusuri desa dan hutan hanya untuk menemui Sunan
Kalijaga. Ki Cakrajaya tidak putus asa atas tekadnya, meski kaki sudah terasa
capek, nmaun dia tetap berjalan menyusuri hutan. Disepanjang perjalanya Ki
Cakrajaya meyususuri hutan dan desa sambil tetembangan yang di ajarkan oleh
Sunan Kalijaga. Akhirnya Ki Cakrajaya pun bertemu dengan Sunan Klijaga di
pertengahan hutan.
“ada
perlu apa kamu mencariku ?’’ tanya Sunan Kalijaga.
“saya
mau berguru kepada kanjeng sunan .”
“bisa
saja, tapi apakah kamu sanggup, soalnya sangat berat syaratnya. Kamu harus
menungguku sampai kembali lagi disini, tapi kamu harus sujud diatas batu itu.”
Dengan menunjuk kearah batu hitam yang ada disebelahnya. Batu itu memang hanya
cukup untuk bersujud dan duduk.
Dengan suara yang lantang Ki
Cakrajaya menjawab “ Iya, saya sanggup.” Hari itu juga Ki Cakrajaya
melaksanakan ujian dari Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga hari itupun langsung
meneruskan dakwahnya. Sunan Kalijaga meningalkanya sampai berbulan- bulan
lamanya. Waktu itu Sunan Kalijaga lagi dakwah di pulau Upih. Setelah itu ke
Begetan. Setelah selesai berdakwah, Sunan kalijaga kembali menemui Ki
Cakrajaya. Namun di hirnya dalam hutan dia tidak menemukan sesosok seorangpun.
Akhirnya dia mengajak murid-muridnya untuk untuk mencari Ki Cakrajaya. Semua
murid- murid Sunan Kalijaga memotongi rumput alang- alang, namun Ki Cakrajaya
belum juga ditemukan. Akhirnya Sunan kalijaga meminta untuk mebakar hutan itu.
Sesegera murid Sunan Kalijaga melaksanakan perintahnya. Akhirnya telihatlah Ki
Cakrajaya masih bersujud di atas batu hitam. Dia tidak telihat terbakar, namun
pakaianya hangus. Sunan Kalijaga berkata “ Ki Cakrajaya sudah saatnya kamu
menyelesaikan sujudmu itu “ dengan hormay Ki Cakrajaya turun dari batu hitam.
Mulia saat itulah Ki Cakrajya di ganti namnya menjadi Sunan Geseng (gosong).
Unsur intrinsik dan Nilai- nilai
dalam Pendidikan Karakter: Dalam cerita rakyat Sunan Geseng
ini bertemakan bahawa tabah dalam keadaan apapun, usaha dan do’a adalah jalan
menuju kesuksesan.Dalam cerita ini menguanakan latar tempat hutan, runah Ki
Juru Mathokan, dan Rumah Mbok Rondho. Alur ceritanya menggunakan alur maju.
Sedangkan sudut pandangnya menggunakan sudut pandang oarang ketiga.Tokoh utama
dalam cerita Sunan Geseng adalah Sunan Geseng sendiri yang nama aslinya adalah
Ki Cakrajaya. Dia adalah sosok orang yang hidup debgan keterbatasan, namun
merasa bahagia. Dalam kutipan:
“Ki
Cakrajaya uripe tentrem karo keluargane ing ndeso masio uripe rekasa”
( Ki Cakrajaya hidupnya tentram mdengan keluarganya di desa, meskipun hidupnya susah)
( Ki Cakrajaya hidupnya tentram mdengan keluarganya di desa, meskipun hidupnya susah)
Dari kutipan di atas di jelasakn
bahwa Ki cakrajaya adalah orang yang tabah dalam kehidupanya. Meski serba
kekurangan tapi tetap mersa tentram tanpa memikirkan hal yang akan membuatnya
setres. Selain itu Ki Cakrajaya merupakan sosok yang berkerja keras dan
disiplin. Dia selalu mempertanggung jawabkan
apa ia telah sepakati. Dalam kutipan :
“Alas kelakon diobong sing maune
wujud glagah alang- alang saiki dadi awu, elok Ki Cakrajaya katon isih tetep
sujud ing duwure watu ireng, deweke ora kobong, naging sandhagane padahe
gosong”.
(Hutan
jadi bakar, yang tadinya berupa rumput alang- alang, sekarang berubah menjadi
abu. Paras Ki Cakrajaya terlihat masih tetap sujud di atas batu hitam)
Dari kutipan diatas dapat
disimpulkan bahwa Ki Cakrajaya adalah sosok yang memang benar- benar disiplin.
Disini mengandung pendidikan karakter bahwa sekerasa pa kehidupan kita, kita
harus mensyukurinya. Selain itu Dalam menjalankan tugas yang telah di seapakati
kita harus menepatinya.
Cerita
4: Kidang dan Burung Ceplukan
Melihat padinya pak tani yang sudah mulai berisi, burung
ceplukan mulai membuat sangkar Setelah itu burungnya bertelur tiga butir.
Setelah itu diengkrami selama 21 hari sampai menetas.
Padinya pak tani sekarang sudah mulai menguning. Suatuhari ,
burung ceplukan mendengar bahwa pak tani akan memanen padinya. Mendengar kabar
itu, buung ceplukan sedih hatinya, karena anak- anaknya masih kecil dan belum
bisa terbang. Belum ceplukan ingat bahwa dia punya teman yakni kidang. Setelah
itu dia terbang mencari tempat kidang berada.
“ kidang aku kesini ,
mau mintak tolong sama kamu .” kata burung ceplukan
“ kamu mau mintak
tolonh apa ?” jawab kidang
Begini lo ndang, saat ini aku lagi
punya sarang di padinya pak tani,besok padinya akan dipanen, sedangkan anakku
masih kecil-kecil, jadi belum bisa terbang. Nanti bisa jadi di ambil oleh pak
tani, di bakar untuk makan anaknya. Sebab itulah aku minta tolong sama kamu
dang.” Kata burung ceplukan.
“
gak usah kuatir, nanti aku tolong kamu. sekarang pulanglah dulu, kasian
anak-anakmu .’ kata kidang.
Burung ceplukan merasa tenang
hatinya. Karena kidang sudah mau membantunya. Akhirnya diapun terbang pulang.
Masih pagi-pagi, Kidang sudah ada di
sawahnya pak tani. Pak tani beserta istri dan anaknya sudah siap untuk memanen
padinya. Kidang mulai mengatur strategi, dengan cara jalanya dibuat-buat. Pak
tani melihat adanya kidang yang jalanya pincang, sesegera di kejar . nmun tidak
bisa tertangkap. Tiba- tiba waktupun sudah sore, sehingga pak tani tidak jadi
memanen padi. Itulah cara kidang untuk mengelabuhi perhatian pak tani, sehingga
pak tani tidak jadi memaen padinya. Hingga anak-anak burung ceplukan sudah bisa
terbang. Kidang sudah tidak lagi terlihat di sawah pak tani.
Hari beganti hari, bulan juga
berganti bulan. Pak tani sekarang menanam timun, labu, dan semangka. Tanaman pak
tani terlihat seger- seger. Suatu hari kidang berjalan menuju sawahnya pak
tani. Melihat tanaman pak tani yang seger- seger dan banyak n buahnya, kidang
merasa tertarik. Tanpa pikir panjang kidang langsung mulai mencuri tanaman
milik pak tani. Tidak cuman satu hari itu saja, melainkan hari- hari
berikutnya.
Setiap pagi pak tani melihat
tanamanya, dalam hatinya marah.melihat tanamamnya rusak dan di curi leh kidang.
Pak tani pulang dan mencari kain untuk dibuat orang- orangan. Orang-orangan
tadi di beri lem oleh pak tani, yang akan di buat jebakan untuk si kidang.
setelah selesai membuat orang-orangan tadi, langsung di bawa ke sawah dan di
pasang di tempat yang strategis.
Besok paginya, kidang sudah ada di
sekitar sawah pak tani, jalanya sangat hati- hati sambil melihat kiri kanan di
sekitarnya.
“
biihh, masak pak tani masih pagi sudah sampi sawah,” dalam hatinya kidang
Semakain
lama, kidang mulai mengetahui bahwa yang berdiri itu bukanlah pak tani,
melainkan hanya orang-orangan saja.
“
apa kamu kira aku takut?! “ apa kau pikir aku hewan yang bodoh .” gerutu
kidang, sambil kaki depanya menendang orang-orangan tadi, dan kakinya menempel
pada orang- orangan sawah itu. Sekarang gantian kaki yang belakang, niatnya
agar kaki depanya bisa lepas, melainkan keduanya menempel di orang- orang sawah
itu. Kidang hanya bisa merengek sambil teriak- teriak minta bantuan. Burung
ceplukan langsung mencari kidang itu.
“ada
apa dang ...? kok kamu nangis sambil teriak- teriak? “tanya burung ceplukan.
“
lihatlah, masak kamu gag tau, aku tidak bisa bergerak. Kaki dan tubuhku terkena
lem, aku inta batuanmu ya burung .” jawab burung dengan memelas.
“
iya, aka akan bantu kamu, tapi kamu harus janji kamu tidak akan mencuri
tanamanya pak tani lagi.” Jawab burung ceplukan.
“sekarang
kamu pura-pura mati, julurkan lidahmu. Sekarang kepalamu beri kotoranku di
kepalamu , supaya pak tani mengira kalau kamu sudah mati sejak lama.” Perintah
burung ceplukan.
Tiba-
tiba pak tani datang, dia melihat kidang yang yang biasanya mencuri tanamanya
kini sudah mati, pak tani merasa senang. Karena di kepala kidang ada kotoran
burung, pak tani berfikir bahwa kidang matinya sudah lama. Pak tani langsung
membuka jebakan itu,dan membiarkanya begitu saja. Bersamaan pak tani mau
berdiri, kidang langsung ikut berdiri dan berlari sekencang – kencangnya. Saat
pulang pak tani sambil menggerutu, karena telah dibodohi oleh kidang.
Semenjak kejadian itu, kini kidang
sudah tidak berani lagi mencuri tanaman pak tani. Sekarang dia hidup di hutan
bersama burung ceplukan dan anak-anaknya. Mereka hidup rukun dan saling
membantu satu sama lain.
Unsur Intrinsik dan Nilai
Pendididkan Karakter dalam cerita: Dalam cerita Kidang dan
Burung Ceplukan ini bertemakan tentang
saling tolong- menolong sesama mahluk hidup. Latar tempat yang digunakan adalah
sawah pak tani , dan Hutan. Alur yang
digunakan adalah alur maju. Panulis menggunakan susut pandang orang ketiga
pelaku utama. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Kidang dan Burung Ceplukan.
Mereka sama- sama memilliki sifat peduli antara satu sama yang lainya. Meskipun
cara pedulinya menggunakan tehnik yang kurang baik. Dalam Kutipan :
“Wis aja kwatir, mengko dak
tulungi. saiaki mulio disik. Selak mesakne anak-anakmu. Kandhane Kidang.
(
Sudahlah jangan kawatir, nanti aku tolong. Sekarang kamu pulng saja, kasian
sama anak- anakmu. Kata Kidang)
Dari kutipan di atas merupakan watak
dari kidang yang suka menolong. Nmun di lain sisi Kidang adalah hewan yang
nakal. Dia suka mencuri di sawah pak tani. Dalam Kutipan:
“ Weruh tandurane pak tani katon
mbriyut awohe, kidang kepingin. Banjur nyolongi, Kidang anggone nyolongi
tandurane pak tani wis makaping- kaping”
(
Melihat tanaman pak tani yang banyak buahnya, Kidang merasa tertarik untuk
mencuri.Kidang mencuri tanaman pak tani sudah berkali –kali).
Di balik sifat yang peduli itu,
Kidang ternyata memiliki sifat yang nakal. Namun kenakalan kidang tidak
berlanjut samapi lama. kidang mendapatkan sebuah bencana dari kenakalanya itu.
Dalam Kutipan:
“ Apa kok kira aku wedi ?! Apa kok
kira aku kewan sing bodho ?! ngunu kuwi kandhane Kidang, karo nabrakne sikile
sing ngarep marang wong- wongan banjur kel., karepe arep mancat lan nyengkah,
nanging mrucut. malah sikile kidang kabeh kena pulut pisan”
(
apa kamu kira aku takut ?! Apa kamu kira aku hewan yang bodoh ?! begitulah
gerutu kijang, sambil kakinya yang belakang menendang orang- orangan sawah dan
menempel. maunya akan melepaskan kakinya yang depan, namun gagal, kaki ynag
depan juga ikutan menempel pada orang- orangan sawah itu. akhirnya kakinya semua
nempel pada orang-orang itu)
Setelah kejadian itulah Kidang tidak
mencuri lagi. Disini dapat di petik pendidikan karakter bahwa kebaikan jika
masih ada niatan buruk diwaktu lain pasti akan mendapatkan balasan yang
setimpal. Disisni dapat di ajarkan untuk anak- anak agar tidak mencuri, jika
tidak ingin seperti kidang.
Simpulan dan Saran
Setelah melakukan analisis secara
seksama dalam beberapa cerita rakyat dari Jawa, di temukan beberapa pembentukan
karakter yang bisa di terapkan dalam pendididkan.Dalam Asal Usul Banyuwangi
yaitu Kejujuran dan Kesetian akan menuju kebenaran, bukan dari tuduhan. Dalam
cerita Ajisaka yaitu Pemimpin yang di agungkan adalah pemimpin yang mampu
mengayomi masyarakatnya, bukan yang menyiksa masyaraktnya bahkan memakan daging
masyarakat. Sedangkan dalam Rawa Pening yaitu Sikap Dermawan adalah membawa
dalam Kemuliaan yang tiada tandingnya. Dalam cerita Sunan Geseng adalah Sikap
jujur, tidak sombong dan disiplin adalah jalan menuju kesuksesan. Selanjutnya
cerita yang terakhir yaitu Kidang dan Burung Ceplukan adalah saling tolong
menolong sesama mahluk hidup sangat memberi banyak manfaat. Saran dari saya
adalah semoga dengan adanya analisis cerita rakyat ini mampu di sosialisasikan
dalam generasi berikutnya.
Dafar Pustaka
Mumpuni,Joko
dkk. 2005. Buku Ajar Bahasa Jawa.
Unesco: CV Sindunata
Harwimuka.2005.Buku Ajar Bahasa Jawi edisi Jawa Timur.Kediri:
UD Prima dan tim Fokus
Tim
Redaksi Majalah. 2002.Panjebar Semangat.Jawa tengah.Tim Redaksi Majalah.
Dirjen
Pendidikan Tinggi.2010. Kerangka Acuan
Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010
Hariningsih,Dwi.2008.
Membuka Jendela Ilmu Pengetahuan dengan
Bahasa dan Sastra Indonesia2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
pendidikan nasional.
Kemendiknas.
2011. Pedoman Pelaksana Pendidikan
Karakter berdasarkan pengalaman di satuan Pendidikan Rintisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar