Rabu, 18 Desember 2013

artikel



Tugas :
Analisis Cerita Rakyat Bahasa Jawa
Pendahuluan
Indonesia mengalami krisis dalam berbagai bidang seperti dalam bidang pendidikan,ekonomi,sosial,dan budaya. Kecintaan dan pengabdian terhadap bangsa terkikis karena pengaruh dari gaya hidup luar. Hal ini terjadi karena kemajuan bangsa terletak pada karakter bangsa tersebut. Karakter sangatlah perlu dibina dan dibentuk sejak usia dini, agar mendapatkan kualitas bangsa yang berkrakter.
Masyarakat indonesia saat ini juga memiliki peninggalan tradisi lisan yang tidak kalah besarnya dibandingkan dengan peninggalan masa lampau yang berupa tulisan. Menurut Djoyonegoro (dalam Bunanta, 1998:vi), hampir setiap daerah seluruh plosok Nusantara akan dengan mudah ditemukan berbagai cerita rakyat yang hidup sebagai tradisi lisan.
Pendidikan karakter yang kini ada di Indonesia kian menurun. Karakter yang tidak baik, tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang tidak berpendidikan. Dirjen Pendidikan Nasional (2010:3) menyatakan bahwa Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain.
Untuk meningkatkan karater yang dimiliki oleh generasi muda. Salah satunya dengan cara membaca cerita yang mengandung pendidikan karakter. Seperti yang kita ketahui, cerita-cerita rakyat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia mengandung nilai pendidikan karakter yang luhur.Cerita Rakyat dari Jawa merupakan salah satu cerita rakyat yang mengandung pendidikan karakter.Cerita- cerita itu sampai sekarang masih hidup di kalangan warga masyarakat, baik dalam cerita lisan, maupun yang sudah didokumentasikan.


Pembahasan
Setiap karya satra, pasati mengandung pesan- pesan tertentu yang disampaikan oleh pengarang.Berdasarkan analisis yang sudah saya lakukan yang mana mengandung beberapa amanat dari kelima cerita rakyat itu


Asal usul Banyuwangi
            Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Reden Banterang. Dia paling suka berburu dihutan.  Setiap pergi berburu di hutan dia selalu mengajak muridnya yang mempunyai kesaktian.
Suatu hari Raden Banterang berburu binatang kidang di hutan, namun kidang yang di tangkap kabur dari tangkapan Raden Banterang. Seperti biasah Raden banterang langsung mengejar binatang Kidang itu.Sudah menjadi adat, ketika Raden Banterang mengejar hewan buruanya, prajurit yang ikut tidak berani mengganggu rajanya. Raden Banterang mengejarnya, sampai jauh. Bahkan dia juga meninggalkan rombongannya yaitu prajurit yang dia ajak untuk berburu. Raden Banterang merasa lelah ketika mengejar kidang itu, akhirnya dia pun beristirahat di bawah pohon pinggir sungai yang airnya sangat jernih.
Dalam hutan yang sepi itu, tiba- tiba Raden Banterang mendengar orang yang sedang menangis.Raden Banterang mencari asal suara tangisan itu, ternyata yang menangis adalah seorang wanita cantik.
“siapa kammu ??” tanya Reden Banterang
“aku Surati dari kerajaan sebrang.” Jawab surati.
“ kenapa kamu menangis disini ? “ tanya Raden Banterang
“ Ayah dan ibuku meninggal dunia saat di peperangan, aku lari dari kerajaan untuk menyelamatkan diri, dan sampailah aku disini.” Jawab Surati.
            Raden Banterang merasa kasiahan terhadap wanita itu. Dengan lapang dada, dia mengajak Surati pulang di kerajaan Belambangan yang akhirnya Surati dijadikan istri oleh Raden Banterang. Meskipun Raden Banterang sudah mempunyai istri Surati, ia masih saja ssuka berburu di hutan.
            Suatu hari, Raden Banterang pergi beburu ke hutan bersama prajuritnya. Waktu itu pula Surati didatangi seorang pria bertamu di rumahnya.  Pria itu bernama Rupaksa. Rupaksa adalah kakaknya Surapati dari kerajaan kelungkung. Rupaksa datang menemui Surati memilki niat buruk, yaitu menyuruh Surati untuk membunuh suaminya. Rupaksa menjelaskan bahwa Raden Banteranglah yang membunuh ayah dan ibunya. Sebab itulah Rupakasa menyuruh adiknya untuk membunuh suaminya. Namun Surati menolak permintaan kakanya itu. Surati merasa bahwa suaminya itulah yang sudah menelamatkan dirinya saat tersesat di hutan. Rupaksa dengan kecewa lanhsung meninggalakn kerajaan Belambangan dengan memberikan sebuah ikat kepala dari Kerajaan Kelungkung untuk Surati.
            Ketika Raden Banterang pulang dari berburu, ia marah ketika melihat ikat kepala dari Kelungkung itu. Surati dituduh jika dia selingkuh dengan orang lain. Surati sudah menjelasakan keadaan yang sebenarnya, namun Raden Banterang tetap tidak parcaya. Untuk membuktikan kesetianya itu, Surati akan bunuh diri di pinggir sungai. Surati juga berpesan jika nanti darahnya berbau harum, maka apa yang dikatakan Surati itu memang benar. Namun jika darahnya berbau busuk berarti Surati berbohong.
            Akhirnya Surati nekad bunuhdiri, tenyata darahnya berbau harum. Raden Banterang sangat menyesal, karena dia tidak percaya sama istriya sendiri.
Unsur Intrinsik dan Nilai pendidikan Karakter : Dalam cerita rakyat asal-Usul Bnayuwangi ini bertemakan Kejujuran dan kesetian seorang istri ( Surati).Seting dalam cerinya berada di hutan,kerajaan,dan sebuah sungai. Suasananya sangat tegang dan menyedihkan. Sedangkan alur ceritanya menggunakan alur maju. pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam ceritanya, yaitu ia,dia , Surati,dan Raden Banterang. Surati meliki  sifat yang penyabar,jujur dan setia. Sedangkan Raden Banterang keras kepala, namun aslinya baik hati, dadn peduli terhadap orang lain. Satuhal yang menonjol dalam cerita Asal- usul Banyuwangi adalah kaitanya dengan pendidikan karakter yaitu dalam bertindak tidaklah menuduh sembarangan, yang mana pada akhirnya terjadi penyesalan atas perbuatanya.Hal inilah yang terdapat dalam perilaku Raden Banterang . Dalam kutipanya:
“ Raden Bnaterang nesu banget weruh iket saka klungkung.Surati diarani yen wis laku sedheng utawa nyimpen priya liya.Surati puguh yen deweke ora nindakake apa-apa. Iket kui pwewehe kang mase kang arane Rupaksa.Raden Banterang panggah ora percaya”
(Raden Banterang sangat marah melihat ikat yang dari Klungkung. Surati dituduh bahwa ia mempunyai laki-laki simpanan lain. Surati sudah menjelaskan bahwa itu di kasih oleh kakaknya yaitu Rupaksa.Namun Raden Bnaterang tetap tidak mempercayainya).
            Dalam kutipan diatas terlihat bahwa tokoh Raden Banterang memiliki sifat yang keras kepala. Dari sifatnya itulah yang akhirnya menyadarkanya akan watak keras kepalanya. yaitu penyesalan yang ia rasakan ketika sang istrinya sudah bunuh diri. Dalam kutipan:
kanggo mbuktekne Surati bakal bunuh diri ing sawijining kali.Yen mengko getihku ambune badeg berarti pancen ngelakoni tumindak ala.Yen ambune wangi berarti aku ugak , ngapusi.Bareng nglalu kanthi suduk diri, banyu kaline jebule wangi.raden banteran getun”.
(untuk membuktikan Surati kan bunuh diri. Surati akan bunuh diri di pinggir sungai. Surati juga berpesan jika nanti darahnya berbau harum, maka apa yang dikatakan Surati itu memang benar. Namun jika darahnya berbau busuk berarti Surati berbohong. Bersamaan dengan itu pula, ternyata air sungainya berbau harum. Rade banterang baru merasa menyesal atas tindaknya).
            Dalam kutipan itu juga di jelaskan atas kejujuran Surati dan kesetian Surati yang rela bunuh diri, untuk membuktikan kalau ia memang tidak bersalah.

Cerita 2 Ajisaka
            Dahulu kala di sebuah keraton/ kerajaan Medhangkamulan di perintah oleh seorang raja yang bernama Prabu Dewatacengkar. Dia dikenal galak dan suka makan manusia. Semua rakyatnya takut,bahkan adapula yang mengungsi di desa sebelahnya. Karena jika tidak mengungsi  maka akan menjadi santapan Sang  Prabu. Kehidupan rakyat sangatlah sengsara, makan susah, keadaan tidak damai, bahkan juga ada maling.
            Namun di desa lain ada seorang pemuda yang sakti bernama Ajisaka. Ajisaka mempunyai empat saudara, yaitu Dora, Sembada,Duga, dan Prayoga. Namun yang ikut pergi ke medhangkamulan Cuma Dora dan Sembada, karena perahu yang ditumpangi hanya kecil. Setelah sampai disekitar keraton Medhangkamulan dia mencari berita dari rakyat yang ada disekitar keraton. Ada rakyat yang mengingatkan Ajisaka, namun juga ada yang mau ikut membatu membunuh Prabu Dewatacengkar. Ajisaka sebenarnya juga sudah tau kalau Sang Prabu itu memang sakti mandraguna, kesaktianya belum pernah ada yang mengalahkan.
            Suatu hari ada anak seorang Mbok Rondo yang nangis dari pagi sampai malam. Mendengar hal itu Ajisaka langsung mendatangi  rumah Mbok Rondo. Disana Ajisaka menenangkan anak Mbok Rondo dengan mainan warna-warni. Lebih dari itu, diketahui bahwa keluarga dari Mbok Rondo sudah ada satu yang menjadi santapan Sang Prabu. Waktu ini adalah giliranya untuk menyerahkan salah satu keluarganya untuk dijadikan santapanya, dan hanya satu yaitu anaknya Mbok Rondo. Mendengar hal itu Ajisaka hanya diam, dan ia berniat untuk tinggal di rumah itu.
            Hari berganti hari, tibalah waktu untuk menyetorkan santapan untuk sang raja. Namun terlebih dahulu Ajisaka bertanya tehadap sang prabu “ apakah wajib untuk menyetorkan makan itu bisa diganti dengan yang lain ?” . dan akhirnya Ajisaka menyerahkan diri untuk dimakan Sang Prabu. Setelah sampai di Medhangkamulan Ajisaka terlebih dahulu ditawari untuk dijadikan pengawalnya. Namun Ajisaka menolak tawaranya. Sebelum Ajisaka dimakan Sang Prabu dia minta satu permintaan, bahwa dia meminta tanah selebar ikat yang ada di kepalanya , namun harus Prabu Dewtacengkar sendiri yang mengukur tanah itu. Prabu Dewatacengkar  menyetujui hal itu. Ajisaka langsung melepaskan ikat kepalanya dan menyerahkan ke Prabu Dewatacengkar. Anehnya ikat kepala itu panjangnya melebihi halaman keraton Medhangkamulan. Sang Prabu menarikya sampai di pinggir pantai. Ajisaka langsung mengkibaskan ikat itu, dan Dewatacengker  terpental dan terjebur di laut selatan hingga mati. Yang mengherankan rakyat  Medhangkamulan yaitu meninggalnya prabu Dewatacengkar berubah menjadi buaya putih.
Unsur Intrinsik dan Nilai Pendidikan Karakter : Dalam cerita rakyat Ajisaka bertemakan Peminpin yang bijaksana adalah Pemimpin  yang mampu melindungi rakyatnya. Seting dalam cerita ini meliputi Kerajaan Medhngkmulan, rumah Mbok Rondo, dan laut selatan. Dalam alur ceritanya menggunakan alur maju. Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam meniliskan cerita ini, yaitu Dia, Prabu Dewatacengkar, Ajisaka, dan Mbok Rondo.Tokoh utama dalam cerita ini adalah Ajisaka. Sedangkan Prabu Dewatacengkar merupakan tokoh yang pemimpin yang rakus, tidak memikirkan nasip rakyatnya. Dia hanya membangakan kesaktianya untuk menakuti masyrakatnya. Dalam kutipan:
“Prabu Dewatacengkar ing Medhangkamulan wis kondang galak lan doyan dagimg manungso. rakyate padha wedi, malah ana sing padha ngungsi. Yen ora ngungsi mesti entuk jatahe panganane Sang Prabu”
( Prabu Dewatcengkar di Medhangkamulan sudah terkenal dengan galak dan suka makan manusia. Rakyatnya semua takut, bahkan ada juga yang mengungsi untuk menghindari Sang Prabu. Jika tidak mengungsi akan menjadi makanan Sang Prabu).
            Dari kutipan di atas sudah jelas, bahwa Prabu Dewatacengkar bukanlah pemimpin yang bijaksana. Dia hanyalah pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan rakyatnya. Namun dari kejamnya perlakuan terhadap rakyatnya itu, Dewatacengkar mennggal dengan mengenaskan yang di bantu oleh Ajisaka yang memiliki kecerdasan untuk menipu Prabu Dewatacengkar. Dlam kutipan:
“Sak Durunge dipangan Ajisaka njaluk lemah sakakmbane ikete , dene ceng ngukur Sang Prabu dewe.Tenan pojok iket dicekel sang prabu banjur dijereng. Anehe iket kuwi mau bisa mulur nganti amba lan dawa. Panarike Sang Prabu nganti tekan njaban kraton, malah kepara tekan sak pinggire segar.Iket di kebutne, Dewatacengkar mencelat nyemplung segara kidul lan dadi sak matine.”
(. Sebelum Ajisaka dimakan Sang Prabu dia minta satu permintaan, bahwa dia meminta tanah selebar ikat yang ada di kepalanya , namun harus Prabu Dewtacengkar sendiri yang mengukur tanah itu. Prabu Dewatacengkar  menyetujui hal itu. Ajisaka langsung melepaskan ikat kepalanya dan menyerahkan ke Prabu Dewatacengkar. Anehnya ikat kepala itu panjangnya melebihi halaman keraton Medhangkamulan. Sang Prabu menarikya sampai di pinggir pantai. Ajisaka langsung mengkibaskan ikat itu, dan Dewatacengker  terpental dan terjebur di laut selatan hingga mati).
            Dari kutipan teks diatas kita dapat lihat bahwa kejhatan pasti akan terbalaskan lebih dari apa yang ia lakukan. Seperti Dewatacengkar dia mati dengan sangat mengenaskan. Betapa pentingnya jiwa kepimiminan yang adil dan peduli untuk seorang pemimpin.


Cerita 2 : Rawa Pening
            Pada zaman dahuu kala di Desa Banarawan,mempunyai adat yaitu mengadakan pesta sedekah bumi (selametan). Selametan ini di gelar setelah usai penen, supaya masyarakat desa bisa selamat dari mala petaka. Dalam acara selametan ini ada syratnya, yaitu harus menggunakan daging hewan. Orang-orang di Desa Banarawa semua berburu ke hutan untuk mencari hewan yang akan digunakan untuk selametan kelak. Namun sudah hampir seharian penuh, masyrakat belum menemukan hewan satupun.
            Karena merasa lelah orang- orang yang berburu istirahat, ada seseorang yang istirahat di atas pohon yang tumbang. Pisau yang akan digunakan untuk berburu ditancapkan dismpingya. Anehnya pohon yang di tancapi pisau tadi mengeluarkan air  yang bewarna merah. Ternyata itu bukankah pohon yang tumbang, melainkan ular yang sedang bertapa. Tanpa pikir panjang orang- orang desa langsung membunuh ular tersebut untuk diambil daginganya dan digunakan untuk selametan.
            Upacara slametan segera dimulai, namun tiba-tiba datanglah seorang anak kecil menju rumah Ki Juru Matokan. Ki Juru Mathokan adalah kepala Desa Banarowa. Anak kecil itu adalah titisan ular yang telah dibunuh warga.
“ pemisii pak ....” kata anak kecil.
“ya , siapa kamu ..? “ jawab Ki Juru mathokan.
“ saya Baru Klinting. Saya mau mintak makan dengan daging itu . “ jawab anak kecil.
“ kamu mau minta daging ular ini,? Aku sja yang berburu susah payah, belum merasakn daging itu, tapi kamu mau minta. Pergi Kamu...!!! “ printah Ki Mathokan.
            Baru Klenting akhirnya meninggalkan rumah Ki Juru Mathokan. Dia berjalan sampai tiba di rumah Mbok Rondo. Mbok Rondo adalahsalah satu  warga desa Banarawa. Kehidupanya sangat susah, namun Mbok Rondo memiliki budi yang baik. Dia suka menolong orang tanpa pamrih. Kedatangan Baru Klenting juga disambut dengan  lapang dada. Mbok Rondo juga memberikan daging ular itu kepada baru Klenting. Selesai makan anak kecil itu juga sesegera meminta pamit kepada Mbok Rondo.
“ permisi mbok,, say mau minta ijin pulang. Tapi saya punya pesan sedikit untuk simbok. Nanti akan da banjir badang. Simbok segera siapakn lesung. Lesung itu nanti untuk simbok menyelamatkan diri. Naiklah di tasa lesung itu. “ pesan Baru Klinting.
            Baru klinting meninggalkan rumah Mbok Rondo dan menuju rumah Ki Juru Mathokan. Disana dia mengadakan saembara, didepan rumah KiJuru Mathokan Baru Klinting sudah menancapkn satu buah lidi lanang. Baru Klinting menantang warga untuk mencabut lidi lanag tersebut. Namun tak da satupun yang bisa mencabut lidi lanang itu. Bahkan Ki Juru mathokan juga mnecobanya, namun dia juga tidak berhasil.
            Akhirnya baru Klinting sesegera mencabut lidi itu dengan tanganya sendiri. Anehnya bekas tancapan lidi itu keluar air. Semakin lama, air yang keluar semakin deras yang akhirnya menjadi banjir badang. Semua warga di bnarawa mati karena kelelep air. Saat terjadinya banjir badang, Mbok Rondo ingat akan pesan Baru klinting. Yaitu naik diatas lesung. Akhinya Mbok Rondo selamat, dan Desa Banarawa berubah menjadi Rawa Pening.
Unsur Intristik dan Nilai Pendidikan Karakter : Dalam cerita Rawa Pening ini bertemakan tentang keserakahan akan membawa bencana untuk diri sendiri. Cerita ini bertempat di Desa Banarawa. Seting pendukung lainya yaitu bertempat di hutan, rumah Ki Juru Mathokan, dan Rumah Mbok Rondo. Ceritanya menggunakan alur maju. Sedangkan penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga.Tokoh utama dalam cerita ini adalah Baru klinting, sosok anak kecil yang menguji masyarakat akan kepedulinya tentang sekitarnya. Ki Juru Matokan adalah seorang kepala desa yang memiliki sefat kikir terhadap orag lain.Dalam kutipan :
Kowe ora melu rekasa, arep jaluk daging? Sing rekasa wae durung ngerasakneake. kono ungo kowe!!’
 (kamu tidak ikut mencari, tapi kamu mau minta daging? aku saja yang mencari belum merasakan kok. sana pergi!!).
            Seperti tampak dalam kutipan itu, Ki juru Mathkan adalah orang yang  pelit,dia tidak peduli akan keadaan sekitarnya. Namun dari sifatnya itu, dia mandapatkan balasan yang setipal dari yang Maha Kuasa.  Dia dan masyarakat mengalami banjir badang yang membuat mati semua masyrakat. Namun di balik semua itu, ada sosok Mbok Rondo yang memiliki jiwa kepedulian antara sesama. Meskipun hidupnya serba kekurangan namun ia memiliki hati yang mulia. Dalam Kutipan :
‘ Senajan uripe rekasa, Mbok Rondo iku luhur budine. Dweke seneng tetulung marang sapa wae. Mula tekane si bajang di tampa kati becik. Bocah Bajang diwenehi daging lan iwak ula.
( meskipun hidupnya susah, Mbok Rondo ini hatinya sangat baik. Dia juga suka menolong siapapun. Kedatangan sanag bajang diterima dengan baik/lapang dada. Anak kecil itu juga di beri nasi dan juga daging ular itu).
            Dari kebaikan itulah Mbok Rondo bisa selamat dalam banjir badang. yang mana banjir itu di buat oleh Baru Klinting yang merasa di lecehkan oleh kepala deasa di Banarawa. Sebelum adanya Banjir Badang Mbok Rondo di beri pesan oleh Baru Klinting. Dengan kejadian inilah kita belajar atau dapatkan pendidikan karakter bahawa saling peduli sesama oarnag lain itu perlu. Jika kita menanamkan kebaikan pasti akan tumbuh kebaikan pula.





Cerita 3 : Sunan Geseng
            Dahulu kala ada gusti yang bernama Ki Cakrajaya. Hidupnya tentram bersama keluarganya, meskipun serba kekurangan. Pekerjaanya membuat gula aren, mencari air aren sudah menjadi adat dikehidupanya. Setiap hari setelah selesai mencari air aren dia selalu tetembangan ( gendingan / bernyanyi). Dia selalu menyanyikan tembang macapat ( lagu jawa ) buatanya sendiri.u
      Suatu hari, Sunan klijaga melihat Ki Cakrajaya tetembangan. Dia langsung menghampiri Ki Cakarajaya dan mengajarinya tembang yang memiliki makana, yaitu tembang yang isinya dzikir. Seperti biasanya, Ki Cakrajaya tetembangan selesai mencari air aren. Bahkan tembang yang dibawakan sampi menyebar keseluruh desanya. Termasuk tembang yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga yaitu, tembang yang isinya pujian dan dzikir.
      Tidak disangka, ada keanehan yang terjadi pada Ki Carkajaya. Saat dia mau membuat gula aren, ternyata gula itu berubah menjadi emas. Ki Carkajya sangat terkejut melihat hal itu. Keluarga Ki Cakrajaya sangat senang, bahkan keluarganya menjadi kaya mendadak. Namun dengan kejadian itu Ki Cakrajaya hidupnya menjadi tidak tenang. Dia ingin sekali menemui Sunan Kalijaga yang sudah mengajarinya tembang yang isinya dzikir. Dia ingin sekali mengetahui makna dari tembang itu.
      Ki Cakrajaya sudah betekad untuk mencari Sunan Klijaga. Dia berjalan menyusuri desa dan hutan hanya untuk menemui Sunan Kalijaga. Ki Cakrajaya tidak putus asa atas tekadnya, meski kaki sudah terasa capek, nmaun dia tetap berjalan menyusuri hutan. Disepanjang perjalanya Ki Cakrajaya meyususuri hutan dan desa sambil tetembangan yang di ajarkan oleh Sunan Kalijaga. Akhirnya Ki Cakrajaya pun bertemu dengan Sunan Klijaga di pertengahan hutan.
“ada perlu apa kamu mencariku ?’’ tanya Sunan Kalijaga.
“saya mau berguru kepada kanjeng sunan .”
“bisa saja, tapi apakah kamu sanggup, soalnya sangat berat syaratnya. Kamu harus menungguku sampai kembali lagi disini, tapi kamu harus sujud diatas batu itu.” Dengan menunjuk kearah batu hitam yang ada disebelahnya. Batu itu memang hanya cukup untuk bersujud dan duduk.
            Dengan suara yang lantang Ki Cakrajaya menjawab “ Iya, saya sanggup.” Hari itu juga Ki Cakrajaya melaksanakan ujian dari Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga hari itupun langsung meneruskan dakwahnya. Sunan Kalijaga meningalkanya sampai berbulan- bulan lamanya. Waktu itu Sunan Kalijaga lagi dakwah di pulau Upih. Setelah itu ke Begetan. Setelah selesai berdakwah, Sunan kalijaga kembali menemui Ki Cakrajaya. Namun di hirnya dalam hutan dia tidak menemukan sesosok seorangpun. Akhirnya dia mengajak murid-muridnya untuk untuk mencari Ki Cakrajaya. Semua murid- murid Sunan Kalijaga memotongi rumput alang- alang, namun Ki Cakrajaya belum juga ditemukan. Akhirnya Sunan kalijaga meminta untuk mebakar hutan itu. Sesegera murid Sunan Kalijaga melaksanakan perintahnya. Akhirnya telihatlah Ki Cakrajaya masih bersujud di atas batu hitam. Dia tidak telihat terbakar, namun pakaianya hangus. Sunan Kalijaga berkata “ Ki Cakrajaya sudah saatnya kamu menyelesaikan sujudmu itu “ dengan hormay Ki Cakrajaya turun dari batu hitam. Mulia saat itulah Ki Cakrajya di ganti namnya menjadi Sunan Geseng (gosong).
Unsur intrinsik dan Nilai- nilai dalam Pendidikan Karakter: Dalam cerita rakyat Sunan Geseng ini bertemakan bahawa tabah dalam keadaan apapun, usaha dan do’a adalah jalan menuju kesuksesan.Dalam cerita ini menguanakan latar tempat hutan, runah Ki Juru Mathokan, dan Rumah Mbok Rondho. Alur ceritanya menggunakan alur maju. Sedangkan sudut pandangnya menggunakan sudut pandang oarang ketiga.Tokoh utama dalam cerita Sunan Geseng adalah Sunan Geseng sendiri yang nama aslinya adalah Ki Cakrajaya. Dia adalah sosok orang yang hidup debgan keterbatasan, namun merasa bahagia. Dalam kutipan:
“Ki Cakrajaya uripe tentrem karo keluargane ing ndeso masio uripe rekasa”
( Ki Cakrajaya hidupnya tentram mdengan keluarganya di desa, meskipun hidupnya susah)
            Dari kutipan di atas di jelasakn bahwa Ki cakrajaya adalah orang yang tabah dalam kehidupanya. Meski serba kekurangan tapi tetap mersa tentram tanpa memikirkan hal yang akan membuatnya setres. Selain itu Ki Cakrajaya merupakan sosok yang berkerja keras dan disiplin. Dia selalu mempertanggung  jawabkan apa ia telah sepakati. Dalam kutipan :
“Alas kelakon diobong sing maune wujud glagah alang- alang saiki dadi awu, elok Ki Cakrajaya katon isih tetep sujud ing duwure watu ireng, deweke ora kobong, naging sandhagane padahe gosong”.
(Hutan jadi bakar, yang tadinya berupa rumput alang- alang, sekarang berubah menjadi abu. Paras Ki Cakrajaya terlihat masih tetap sujud di atas batu hitam)
            Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Ki Cakrajaya adalah sosok yang memang benar- benar disiplin. Disini mengandung pendidikan karakter bahwa sekerasa pa kehidupan kita, kita harus mensyukurinya. Selain itu Dalam menjalankan tugas yang telah di seapakati kita harus menepatinya.

Cerita 4: Kidang dan Burung Ceplukan

      Melihat padinya pak tani yang sudah mulai berisi, burung ceplukan mulai membuat sangkar Setelah itu burungnya bertelur tiga butir. Setelah itu diengkrami selama 21 hari sampai menetas.
      Padinya pak tani sekarang sudah mulai menguning. Suatuhari , burung ceplukan mendengar bahwa pak tani akan memanen padinya. Mendengar kabar itu, buung ceplukan sedih hatinya, karena anak- anaknya masih kecil dan belum bisa terbang. Belum ceplukan ingat bahwa dia punya teman yakni kidang. Setelah itu dia terbang mencari tempat kidang berada.
“ kidang aku kesini , mau mintak tolong sama kamu .” kata burung ceplukan
“ kamu mau mintak tolonh apa ?” jawab kidang
Begini lo ndang, saat ini aku lagi punya sarang di padinya pak tani,besok padinya akan dipanen, sedangkan anakku masih kecil-kecil, jadi belum bisa terbang. Nanti bisa jadi di ambil oleh pak tani, di bakar untuk makan anaknya. Sebab itulah aku minta tolong sama kamu dang.” Kata burung ceplukan.
“ gak usah kuatir, nanti aku tolong kamu. sekarang pulanglah dulu, kasian anak-anakmu .’ kata kidang.
            Burung ceplukan merasa tenang hatinya. Karena kidang sudah mau membantunya. Akhirnya diapun terbang pulang.
            Masih pagi-pagi, Kidang sudah ada di sawahnya pak tani. Pak tani beserta istri dan anaknya sudah siap untuk memanen padinya. Kidang mulai mengatur strategi, dengan cara jalanya dibuat-buat. Pak tani melihat adanya kidang yang jalanya pincang, sesegera di kejar . nmun tidak bisa tertangkap. Tiba- tiba waktupun sudah sore, sehingga pak tani tidak jadi memanen padi. Itulah cara kidang untuk mengelabuhi perhatian pak tani, sehingga pak tani tidak jadi memaen padinya. Hingga anak-anak burung ceplukan sudah bisa terbang. Kidang sudah tidak lagi terlihat di sawah pak tani.
            Hari beganti hari, bulan juga berganti bulan. Pak tani sekarang menanam timun, labu, dan semangka. Tanaman pak tani terlihat seger- seger. Suatu hari kidang berjalan menuju sawahnya pak tani. Melihat tanaman pak tani yang seger- seger dan banyak n buahnya, kidang merasa tertarik. Tanpa pikir panjang kidang langsung mulai mencuri tanaman milik pak tani. Tidak cuman satu hari itu saja, melainkan hari- hari berikutnya.
            Setiap pagi pak tani melihat tanamanya, dalam hatinya marah.melihat tanamamnya rusak dan di curi leh kidang. Pak tani pulang dan mencari kain untuk dibuat orang- orangan. Orang-orangan tadi di beri lem oleh pak tani, yang akan di buat jebakan untuk si kidang. setelah selesai membuat orang-orangan tadi, langsung di bawa ke sawah dan di pasang di tempat yang strategis.
            Besok paginya, kidang sudah ada di sekitar sawah pak tani, jalanya sangat hati- hati sambil melihat kiri kanan di sekitarnya.
“ biihh, masak pak tani masih pagi sudah sampi sawah,” dalam hatinya kidang
Semakain lama, kidang mulai mengetahui bahwa yang berdiri itu bukanlah pak tani, melainkan hanya orang-orangan saja.
“ apa kamu kira aku takut?! “ apa kau pikir aku hewan yang bodoh .” gerutu kidang, sambil kaki depanya menendang orang-orangan tadi, dan kakinya menempel pada orang- orangan sawah itu. Sekarang gantian kaki yang belakang, niatnya agar kaki depanya bisa lepas, melainkan keduanya menempel di orang- orang sawah itu. Kidang hanya bisa merengek sambil teriak- teriak minta bantuan. Burung ceplukan langsung mencari kidang itu.
“ada apa dang ...? kok kamu nangis sambil teriak- teriak? “tanya burung ceplukan.
“ lihatlah, masak kamu gag tau, aku tidak bisa bergerak. Kaki dan tubuhku terkena lem, aku inta batuanmu ya burung .” jawab burung dengan memelas.
“ iya, aka akan bantu kamu, tapi kamu harus janji kamu tidak akan mencuri tanamanya pak tani lagi.” Jawab burung ceplukan.
“sekarang kamu pura-pura mati, julurkan lidahmu. Sekarang kepalamu beri kotoranku di kepalamu , supaya pak tani mengira kalau kamu sudah mati sejak lama.” Perintah burung ceplukan.
Tiba- tiba pak tani datang, dia melihat kidang yang yang biasanya mencuri tanamanya kini sudah mati, pak tani merasa senang. Karena di kepala kidang ada kotoran burung, pak tani berfikir bahwa kidang matinya sudah lama. Pak tani langsung membuka jebakan itu,dan membiarkanya begitu saja. Bersamaan pak tani mau berdiri, kidang langsung ikut berdiri dan berlari sekencang – kencangnya. Saat pulang pak tani sambil menggerutu, karena telah dibodohi oleh kidang.
            Semenjak kejadian itu, kini kidang sudah tidak berani lagi mencuri tanaman pak tani. Sekarang dia hidup di hutan bersama burung ceplukan dan anak-anaknya. Mereka hidup rukun dan saling membantu satu sama lain.
Unsur Intrinsik dan Nilai Pendididkan Karakter dalam cerita: Dalam cerita Kidang dan Burung Ceplukan  ini bertemakan tentang saling tolong- menolong sesama mahluk hidup. Latar tempat yang digunakan adalah sawah  pak tani , dan Hutan. Alur yang digunakan adalah alur maju. Panulis menggunakan susut pandang orang ketiga pelaku utama. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Kidang dan Burung Ceplukan. Mereka sama- sama memilliki sifat peduli antara satu sama yang lainya. Meskipun cara pedulinya menggunakan tehnik yang kurang baik. Dalam Kutipan :
“Wis aja kwatir, mengko dak tulungi. saiaki mulio disik. Selak mesakne anak-anakmu. Kandhane Kidang.
( Sudahlah jangan kawatir, nanti aku tolong. Sekarang kamu pulng saja, kasian sama anak- anakmu. Kata Kidang)
            Dari kutipan di atas merupakan watak dari kidang yang suka menolong. Nmun di lain sisi Kidang adalah hewan yang nakal. Dia suka mencuri di sawah pak tani. Dalam Kutipan:
“ Weruh tandurane pak tani katon mbriyut awohe, kidang kepingin. Banjur nyolongi, Kidang anggone nyolongi tandurane pak tani wis makaping- kaping”
( Melihat tanaman pak tani yang banyak buahnya, Kidang merasa tertarik untuk mencuri.Kidang mencuri tanaman pak tani sudah berkali –kali).
            Di balik sifat yang peduli itu, Kidang ternyata memiliki sifat yang nakal. Namun kenakalan kidang tidak berlanjut samapi lama. kidang mendapatkan sebuah bencana dari kenakalanya itu. Dalam Kutipan:
“ Apa kok kira aku wedi ?! Apa kok kira aku kewan sing bodho ?! ngunu kuwi kandhane Kidang, karo nabrakne sikile sing ngarep marang wong- wongan banjur kel., karepe arep mancat lan nyengkah, nanging mrucut. malah sikile kidang kabeh kena pulut pisan”
( apa kamu kira aku takut ?! Apa kamu kira aku hewan yang bodoh ?! begitulah gerutu kijang, sambil kakinya yang belakang menendang orang- orangan sawah dan menempel. maunya akan melepaskan kakinya yang depan, namun gagal, kaki ynag depan juga ikutan menempel pada orang- orangan sawah itu. akhirnya kakinya semua nempel pada orang-orang itu)
            Setelah kejadian itulah Kidang tidak mencuri lagi. Disini dapat di petik pendidikan karakter bahwa kebaikan jika masih ada niatan buruk diwaktu lain pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Disisni dapat di ajarkan untuk anak- anak agar tidak mencuri, jika tidak ingin seperti kidang.
Simpulan dan Saran
            Setelah melakukan analisis secara seksama dalam beberapa cerita rakyat dari Jawa, di temukan beberapa pembentukan karakter yang bisa di terapkan dalam pendididkan.Dalam Asal Usul Banyuwangi yaitu Kejujuran dan Kesetian akan menuju kebenaran, bukan dari tuduhan. Dalam cerita Ajisaka yaitu Pemimpin yang di agungkan adalah pemimpin yang mampu mengayomi masyarakatnya, bukan yang menyiksa masyaraktnya bahkan memakan daging masyarakat. Sedangkan dalam Rawa Pening yaitu Sikap Dermawan adalah membawa dalam Kemuliaan yang tiada tandingnya. Dalam cerita Sunan Geseng adalah Sikap jujur, tidak sombong dan disiplin adalah jalan menuju kesuksesan. Selanjutnya cerita yang terakhir yaitu Kidang dan Burung Ceplukan adalah saling tolong menolong sesama mahluk hidup sangat memberi banyak manfaat. Saran dari saya adalah semoga dengan adanya analisis cerita rakyat ini mampu di sosialisasikan dalam generasi berikutnya.
Dafar Pustaka
Mumpuni,Joko dkk. 2005. Buku Ajar Bahasa Jawa. Unesco: CV Sindunata
Harwimuka.2005.Buku Ajar Bahasa Jawi edisi Jawa Timur.Kediri: UD Prima dan tim Fokus
Tim Redaksi Majalah. 2002.Panjebar Semangat.Jawa tengah.Tim Redaksi Majalah.
Dirjen Pendidikan Tinggi.2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010
Hariningsih,Dwi.2008. Membuka Jendela Ilmu Pengetahuan dengan Bahasa dan Sastra Indonesia2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen pendidikan nasional.
Kemendiknas. 2011. Pedoman Pelaksana Pendidikan Karakter berdasarkan pengalaman di satuan Pendidikan Rintisan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar